Sinopsis Novel Lingkar Tanah Lingkar Air Karya Ahmad Tohari
Sinopsis Novel Lingkar Tanah Lingkar Air Karya Ahmad Tohari - Hallo, pada kesempatan kali
ini, masih dalam suasana Kemerdekaan RI Ke-78 admin ingin berbagi sinopsis
novel Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari yang diterbitkan
oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 1995. Sinopsis ini di unggah pada https://www.mjbrigaseli.com/
tahun 2022 lalu. Selamat membaca.
Masalah serius timbul setelah kemerdekaan, banyak organisasi
pemuda yang ingin mendirikan negara sendiri karena tidak puas dengan
pemerintahan yang ada. Pada Maret 1946, Amid bersama beberapa temannya, menjadi
murid Kiai Ngumar, mereka belajar silat dan ilmu agama. Pada suatu malam Amid
dipanggil Kiai Ngumar, dia dan temannya diminta untuk bersiap-siap berperang,
karena ada fatwa yang mewajibkan untuk melawan Belanda. Sejak Kiai Ngumar
meminta Kiram dan Amid untuk bersiap-siap namun tidak terjadi perkembangan
apa-apa. Hingga tiga bulan setelahnya Kiai Ngumar kembali memanggil mereka
berdua, mereka diminta untuk berangkat ke Purwokerto.
Sampai di Purwokerto mereka akan mendapat latihan ketentaraan,
tetapi kabar itu berubah dengan cepat. Mereka harus membantu Pasukan
Brotosewoyo yang sedang berusaha merintangi laju tentara Belanda di daerah
Bumiayu. Mereka kecewa sesampainya di sana, mereka hanya disuruh menebangi
pohon sebagai penghalang jalan, bukan untuk berperang dan ternyata tentara
Belanda juga tidak melewati jalur tersebut, malah berputar lewat Purbalingga.
Akhirnya para pemuda yang diperbantukan itu diminta untuk pulang, tetapi
apabila mereka dibutuhkan, mereka harus siap untuk membantu tentara lagi.
Pada suatu hari Amid dan Kiram diminta lagi untuk membantu
tentara. Pagi-pagi mereka menuju jalan besar di sebelah selatan, keempat
tentara bersembunyi di balik rumpun pandan yang tumbuh di sepanjang tepi jalan.
Tak lama kemudian iring-iringan tentara Belanda dating. Kemudian terjadi
ledakan hebat dan terjadi perang singkat. Banyak tentara Belanda yang tewas.
Dengan berani Kiram lari ke tengah jalan mengambil sebuah bedil yang tergeletak
di sisi mayat pemiliknya. Kemudian semuanya lari ke arah utara.
Amid, Kiram, dan keempat tentara sampai di rumah Kiai Ngumar. Dari
pencegatan hari itu tentara mendapat tambahan tiga senjata dan salah satunya
masih dibawa Kiram walau salah seorang tentara telah meminta Kiram untuk
menyerahkan senjata tersebut. Atas jaminan Kiai Ngumar kalau senjata itu akan
digunakan untuk membantu para tentara dan para tentara dapat menerima. Mereka
sepakat untuk membentuk kelompok perlawanan karena Jun, Jalal, dan Kang Suyud
sudah setuju untuk ikut bergabung.
Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia
secara resmi. Hizbullah tidak memiliki musuh lagi. Dari peristiwa ini muncul
masalah, mereka harus meleburkan diri ke dalam tentara republik atau
membubarkan diri. Atas anjuran Kiai Ngumar, mereka pergi ke Kebumen untuk
bergabung dengan tentara Republik. Banyak kelompok lain yang melebur ke dalam
tentara Republik. Mereka akan diangkut dengan kereta api menuju Purwokerto
untuk dilantik secara resmi.
Di stasiun Kebumen ketika mereka bersiap-siap, tiba-tiba mereka
diserang. Mereka membalas menembak dan bertempur secara serempak tanpa
mengetahui siapa lawan maupun kawan. Kereta api benar-benar lumpuh dan
Hizbullah bingung siapa sebenarnya yang menyerang mereka dan mereka merasa
dikhianati. Dalam momen itu seluruh anggota Hizbullah yang pro maupun kontra
terhadap peleburan pasukan, bersama-sama mengundurkan diri menuju Somalangu.
Tentara Republik menganggap anak-anak Hizbullah sebagai pemberontak. Amid,
Kiram, Jun, Jalal, dan Kang Suyud akhirnya bergabung dengan Darul Islam/Tentara
Islam Indonesia (DI/TII). Mereka bergerilya melawan Tentara Republik.
Amid yang sejatinya seorang yang sangat cinta tanah air
sesungguhnya merasa berat hati untuk bergabung menjadi anggota laskar Darul
Islam. Ia teringat pesan gurunya, Kiai Ngumar yang berkata bahwa terhadap
pemerintah yang sah, kita wajib menaatinya.
Amid mulai merasakan kebimbangan manfaat gerakan DI/TII saat
menyerbu desa yang mempunyai madrasah dan masjid besar ketika masyarakat dan
ulama tidak mendukung gerakan maka harus dibunuh. Bahkan Amid merasa terpukul
sanubarinya saat menembak mati seorang tentara yang di sakunya tersimpan kitab
suci dan tasbih. Ia merasakan lelaki yang ia bunuh itu agaknya ingin selalu
merasa dekat dengan Tuhan. Di sisi lain, ia meyakini bahwa Tuhan yang selalu
ingin diingat lelaki itu melalui kitab suci dan tasbihnya pastilah Tuhannya
juga.
Amid mengingat kembali perselisihan antara Kiai Ngumar dan Kang
Suyud. ketika saat itu kang Suyud menyatakan keinginan untuk bergabung dengan
Kartosuwiryo yang ingin mendirikan sebuah negara Islam. Dalam perdebatan itu
Kiai Ngumar akhirnya memberikan ketegasannya untuk memilih Republik dalam
rangka melaksanakan ajaran Islam sendiri.
Setelah hampir 10 tahun hidup dalam perburuan dan kenyataan bahwa
pasukan DI/TII telah makin terdesak dan berkurang serta melemah, Amid mulai
merasa kehilangan harapan dan merasa jenuh. Dalam kebimbangannya, ia seringkali
teringat Kiai Ngumar serta kenangan masa lalu di desanya.
Akhir Juni 1962, seorang DI yang berpangkalan di wilayah Gunung
Slamet datang ke tempat persembunyian Amid dan Kiram. Nama anggota DI tersebut
adalah Toyib. Ia membawa berita bahwa Kartosuwiryo, Khalifah Darul Islam
tertangkap Pasukan Republik. Toyib juga membawa selebaran yang berisi seruan
agar para anggota DI/TII meletakkan senjata dan menyerahkan diri dengan jaminan
pengampunan nasional yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Amid dan beberapa temannya terkejut mendengar berita itu. Rasa
tidak percaya dan kebingungan melanda mereka. Perdebatan mulai timbul di antara
mereka, tetapi mereka akhirnya memutuskan untuk mematuhi seruan tersebut. Amid
merasakan munculnya harapan untuk berkumpul dengan istri dan anaknya. Menjadi
warga kampung, bertani dan hidup tenang setelah Kartosuwiryo tertangkap.
Malam berikutnya mereka turun gunung menuju Porwokerto. Di
Purwokerto mereka diterima aparat keamanan, kemudian diangkut ke dalam sebuah
barak penampungan. Selama sebulan mereka mendapat indoktrinasi dan
kegiatan-kegiatan lain. Amid, Kiram, dan Jun tidak begitu senang ketika mereka
diperbolehkan pulang. Rasa canggung dan malu menghantui mereka.
Pada bulan pertama setelah Amid pulang, kegiatan orang-orang
komunis semakin gencar. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1965, puncak
kekacauan terjadi ketika tersiar kabar terjadi perebutan kekuasaan di Jakarta.
Beberapa Jenderal dibunuh, tersiar kabar bahwa yang menjadi dalang semua itu
adalah orang-orang komunis.
Amid, Kiram dan Jun diminta oleh tentara untuk membantu menumpas
pasukan Komunis yang bertahan di hutan jati Cigobang. Akhirnya Amid kembali
mengangkat senjata, kali ini atas nama Republik, sesuatu yang pernah
dirindukannya dan gagal terlaksana. Dalam pertempuran inilah Amid mendapatkan
syahidnya. Ia merasa mulutnya bergerak ingin meninggalkan wasiat untuk menjaga
anak dan istrinya, namun ia tak kuasa dan akhirnya Amid meninggal, gugur
membela Republik Indonesia.
Itulah tadi sinopsis novel Lingkar Tanah Lingkar
Air karya Ahmad Tohari. Semoga bisa bermanfaat, menambah pengetahuan, dan
menghibur.